Surabaya,http://radarreclasseering.com
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menjadi saksi bisu dari konflik keluarga Kuotakusuma dalam sidang sengketa warisan yang bernomor perkara 433/Pdt.G/2025/PN Sby, Selasa (2/12/2025).
Widyawati Santoso (Kwee Ie Hwee) menggugat pembagian warisan yang dianggap tidak adil dan meminta pemberhentian Bambang Husana Kwee sebagai pelaksana wasiat.
Sidang menghadirkan saksi Queeny anak dari turut tergugat Kwee Che Jun, yang mengungkap fakta mengejutkan tentang asal-usul aset keluarga. Di hadapan Majelis Hakim, Queeny menyatakan, “Semua harta dan perusahaan yang dikuasai para pihak adalah milik Engkong, almarhum Quarry Kuotakusuma.
Anak-anak Engkong setelah lulus sekolah tidak pernah bekerja di tempat lain.”
Queeny juga menyinggung Permohonan Pengampuan Nomor 661, di mana Bambang Husana Kwee sebelumnya memberikan kesaksian bahwa Quarry hanya memiliki lima anak. “Kesaksian itu tidak benar. Anak Engkong ada tujuh orang. Pernyataan Bambang bertentangan dengan hukum,” tegasnya.
Queeny memaparkan daftar aset dan bisnis milik Quarry yakni , Supplier minuman di Palangkaraya dengan nilai bisnis Rp23 miliar, Supplier Unilever dan pemilik Gedung Graha Bintang tujuh lantai di Balikpapan.
Selain itu, kuasa hukum Albertus Soegeng mengungkap bahwa sejumlah aset dijaminkan sebagai pinjaman bank hingga hampir Rp50 miliar melalui perusahaan cangkang milik keluarga.
Ia juga menyoroti adanya dugaan perpindahan aset yang mencurigakan setelah Quarry meninggal pada 21 Desember 2021. “Engkong meninggal 21 Desember 2021, lalu ada akta jual beli tanggal 30 Desember 2021. Tahu-tahu sudah atas nama sepupu saksi,” ungkapnya.
Queeny memaparkan bahwa Sheeny Kuotakusuma mengelola Graha Bintang dan membuka usaha alat berat, dan Saat ini anak Bambang, Nikko Sanjaya Kusuma, menjabat sebagai Direktur Graha Bintang, sementara Kwee Ruddy Jananto dan Kwee Yoseph Kuotakusuma disebut menerima porsi paling besar.
Widyawati Santoso dan ibunya justru tidak mendapatkan bagian dari aset besar tersebut. “Itu uangnya Engkong,” jawab Queeny saat ditanya tentang sumber keuangan berbagai aset yang kini dimiliki anak-cucu Quarry.
Ia juga menambahkan bahwa Widyawati adalah pihak yang merawat Quarry di empat bulan terakhir hidupnya.
Kuasa hukum Widyawati Santoso, Albertus Soegeng, menyatakan bahwa keterangan saksi Queeny semakin memperjelas adanya kejanggalan dalam penetapan pengampuan Nomor 661.
“Penetapan pengampuan nomor 661 itu menghilangkan dua ahli waris, yakni anak pertama dan anak bungsu. Saksi Queeny makin memperjelas bahwa almarhum itu punya tujuh anak, bukan lima,” tegas Albertus.
Albertus menyoroti adanya komposisi pembagian yang timpang antara anak laki-laki dan perempuan. “Tidak boleh ada pembedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Semua harta almarhum harusnya dibagi rata kepada tujuh ahli waris,” imbuhnya.
Di sisi lain, kuasa hukum Bambang Husana Kwee, Robert Andreas, menepis keras kesimpulan pihak penggugat. “Saksi Quiny hanya berbicara berdasarkan informasi yang dia dengar, bukan berdasarkan dokumen.
Dia tidak mengetahui isi akta wasiat,” jelas Robert.
Robert juga menegaskan bahwa pengampuan Nomor 661 diajukan langsung oleh Quarry Kuotakusuma ketika masih hidup dan tidak memuat pembagian harta warisan.
Kasus ini terus bergulir dan menjadi sorotan karena melibatkan nilai aset yang sangat besar, dugaan manipulasi data ahli waris, serta pertarungan hukum yang panjang di antara anggota keluarga besar Kuotakusuma. (Rhy)






